Ide usaha sosial merupakan cara untuk membuat usaha tetap profit namun berkah alias dapat bernilai baik bagi kehidupan sekitar.
Berikut ini ide usaha yang menyentuh sisi keuntungan finansial namun memiliki impact sosial:
Morbi+, Bisnis Biskuit Untuk Mal Nutrisi
Bisnis yang satu ini patut dicoba bagi Anda yang ingin usaha bidang sosial. Selain mendapatkan uang bisnis ini bisa mengatasi kekurangan gizi bagi balita yang kini banyak terjadi di pelosok negeri. Salah orang yang menjalankan usaha sosial ini adalah seorang dokter bernama Fatimah, dosen Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia.
Dia sengaja melakukan penelitian tentang makanan alternatif untuk anak kurang gizi dengan menciptakan biskuit kurma yang diyakini bisa membantu balita kurus dan pendek. Penelitiannya tersebut memang sengaja dia lakukan untuk menangani balita gizi buruk yang harus ditangain serius dan kontinyu. Ide usaha tersebut muncul saat ketika dirinya melihat daerah sekitar tempat tinggalnya, di Depok banyak balita yang kekurangan gizi.
Biskuit tersebut bernama Morbi+ yang bukan hanya bisa mengganjal perut tapi juga bisa meningkatkan nutrisi. Biskuit tersebut yang tadinya hanya diperuntukan untuk masyarakat sekitarnya ternyata menjadi berkembang. Hingga dia mampu mendirikan sebuah perusahaan biskuit.
Bahkan kini Fatimah dikenal sebagai pengusaha UKM di bidang makanan alternatif khusus konsumsi anak-anak yang kekurangan gizi. Biskuit yang dihasilkan ada empat jenis yaitu biskuit tempe (tempe dan kurma), biskuit caromma (tepung mocaf, tepung kacang koro pedang dan kurma) dan biskuit bisma (tepung terigu dan kurma).
Boneka Batik Buatan Napi
Jika biasanya narapidana dipandang sebelah mata namun tidak bagi Lusia Efriana, dia justru memberdayakan para napi untuk menjalankan bisnisnya. Usaha sosial yang dikelola berawal dari yayasan Cinderela From Indonesia Center (CFIC) yakni sebuah organisasi nir laba yang memberikan pembinaan sekaligus keahlian bagi anak jalanan, narapidana, penderita HIV/AIDS hingga single parents.
Artikel terkait : 10 Ide Usaha Kreatif dan Unik ini Terbukti Menghasilkan Banyak Duit. Yuk Coba!
Awalnya hanya single parents saja yang dibina oleh Lusiana untuk membuat boneka batik. Agar bisa membantu mereka yang memerlukan biaya lebih untuk anak-anaknya. Namun karena dititipkan anak jalanan akhirnya terpikir oleh Lusia untuk memberdayakan mereka, karena tidak mungkin selalu bergantung hidup padanya.
Tak lama kemudian Lusi pun mulai memberdayakan para napi untuk bisnisnya. Ide tersebut muncul dari mimpinya. Awalnya Lusi hanya memberikan buku gratis dan motivasi. Namun pikir Lusia, motivasi saja tidak cukup bagi para napi. Mereka membutuhkan sebuah pekerjaan yang bisa mendapatkan upah. Hingga akhirnya dia memberdayakan para napi untuk membuat boneka batik dengan desain sesuai dengan kreasi mereka. Boneka batik yang mereka hasilkan bukan hanya dijual di Indonesia namun juga beberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Amerika dan Austaralia.
Bank Garmen, Bank untuk Orang Miskin
Jika Anda pernah mengenal tentang asal mula sosiopreneur, pastinya Anda tahu mengenai sejarah Bank Garmen yang didiirikan oleh Muhammad Yunus. Bank yang memang diperuntukan untuk orang miskin. Bank ini berdiri ketika di tepat di masa-masa yang sulit Bangladesh yakni saat di mana warga negaranya banyak yang meninggal karena kelaparan. Ketika itu Bangladesh berada memang baru saja meraih kemerdekaanya sehingga perekonomiannya belum stabil.
Saat itu Muhamad Yunus yang berprofesi sebagai dosen ekonomi merasa prihatin. Dia ingin mengaplikasikan ilmunya dan langsung ke terjun ke lapangan. Hingga akhirnya dia membuka Bank Garmen. Meski sebuah Bank, Bank Garmen beda dengan bank konvensional karena para nasabah dibolehkan untuk mencicil pembayaran meski dalam jumlah yang kecil sehingga tidak memberatkan si peminjam. Selain itu, nasabah juga didorong untuk membiasakan diri dalam menabung, karena tabungan tersebut bisa digunakan digunakan ketika suatu saat mereka dalam keadaan kepepet.
Konsep bank garmen yang menyediakan kredit mikro atau kredit untuk rakyat kecil ternyata mampu menuntaskan masalah kemiskinan yang terjadi Bangladesh. Dan membuat Bank Garmen mendapatkan penghargaan nasional dan internasional. Kini bank Garmen menjadi rujukan dari bank di berbagai belahan dunia.
Keripik Ikan Sipetek, Usaha Buatan Ibu-Ibu Usia 45-60 Tahun
Menjadi seorang pegawai di perusahaan ternama, namun merasa bersalah saat melihat orang sekitarnya justru berada dalam garis kemiskinan. Apalagi dia melihat bahwa sebenarnya desanya memiliki sumber daya alam yang potensial, yakni ikan sepetek. Desanya yang terletak di Bendungan Cirata Cianjur, memang banyak sekali ikan sipetek namun hanya dimanfaatkan sebagai pakan bebek. Bahkan banyak yang terbuang karena bau amisnya yang sangat menyengat sehingga banyak yang tidak mau membelinya.
Dengan memanfaatkan ilmunya yang dia dapatkan dari fakultas kelautan di Institut Pertanian Bogor, bersama temannya dia meneliti tentang ikan sipetek yang ternyata memiliki kandungan protein dan kalsium yang tinggi. Jadi sayang jika tidak dimanfaatkan.
Sesuai dengan apa yang diimpikan ingin mebuka lapangan pekerjaan untuk kampungnya. Aang pun mempekerjakan para nelayan yang mayoritas bapak-bapak untuk mencari ikan sipetek 12 kuintal perharinya. Sementara ibu-ibu yang usianya 40-60 dia berdayakan sebagai pembuat keripik sipetek. Aang sengaja mempekerjakan ibu-ibu yang usianya diatas 40-60 karena diusia tersebut mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Ibu-ibu tersebut akan diupah oleh Aang dengan UMR. Sementara anak mudanya yang memasarkan keripik crispy sipetek lewat internet marketing.
Riliv, Aplikasi Mendengarkan Curhatan Orang Galau
Ide usaha ini sangat membantu di bidang psikologis. Karena Riliv merupakan social network yang menghibungkan setiap orang yang memiliki permasalahan pribadi. Mereka bisa curhat mengenai masalahnya melaului konseling online. Jadi orang yang curhat tersebut mencurhatkan masalahnya melalui teks.
Sementara yang akan mendengarkannya adalah orang-orang yang memiliki keahlian dalam bidang psikologi yang disebut dengan Reliever. Selain mendengarkan para Reliever pun akan memberikan masukkan yang berdasarkan ilmu psikologi. Selain itu dengan cara ini maka orang-orang bisa curhat tanpa khawatir identitas mereka akan bocor.
Baca juga : Ide Usaha Online, Inspirasi Bagi yang Bosan Kerja dan Coba Mulai Usaha
Permasalahan yang dicurhatkan beragam bisa namun yang paling banyak adalah masalah karir dan keluarga. Yang memiliki ide usaha ini adalah Audrey Maximillian Herli. Dia sendiri merupakan mahasiswa jurusan Sistem Informasi Universitas Airlangga. Latar belakang dirinya membuat Riliv karena melihat banyak temannya di medsos yang selalu curhat mengenai kehidupan pribadinya. Namun bukannya mendapatkan support justru mendapatkan bully dari temannya. Sehingga hal tersebut harus diatasi apalagi kini banyak orang yang depresi namun karena tidak mendapatkan perhatian dari orang sekitarnya dia justru bunuh diri.
Kama Batik, Mengurangi Pencemaran dan Pengangguran daerah Pekalongan
Banyaknya limbah batik di Pekalongan sayang jika tidak dimanfaatkan. Ada ribuan meter persegi limbah batik yang bisa membawa masalah lingkungan. Sehingga Tima Kama Batik yang terdiri dari Nobi Anathasi Purna, Ajeng Hilarysa Pramesti dan Dyah Rasyid membuat produk kerajian dari limbah batik tersebut.
Limbah batik yang tadinya terbuang menjadi limbah batik yang bisa dimanfaatkan. Beragam karya yang mereka hasilkan ada dompet, syal, rompi, bros, pita, baju, gelang dan asesoris lainnya. Bisnis sosial ini juga memberdayakan ibu-ibu yang berada di desa Pekalongan. Ibu-ibu tersebut memang merupakan ibu-ibu rumah tangga yang masih digaris kemiskinan di Pekalongan.
Kini Kama Batik bukan hanya sukses menjadi bisnis namun juga memecahkan permasalahan sosial tingkat pencemaran dan kemiskinan. Tidak heran jika Kama Batik telah memperoleh penghargaan dari Young Social Singapore International Foundation (SIF) yang menerima pendanaan untuk proyek kewirausahaan sosial.
DCE, Pemberdayaan Ibu-Ibu di Bantaran Kumuh Untuk Kerajinan Tangan
Gemerlapnya ibu kota ternyata tak mampu mengurangi permasalahan sosialnya. Seperti angka pengangguran, kurangnya pendidikan dan fasilitas kesehatan. Melihat itu semua maka Alia Noor Anoviar pun melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat lewat bisnis sosial yang bernama Dreamdelion Community Empowerment (DCE).
Bisnis sosial tersebut mulai didirikan sejak 18 Juli 2012. Dengan program pertama pemberdayaan masyarakat yang tinggal di kawasan pemukiman kumuh, bantaran kali Manggarai. Gerakan tersebut berhasil memberdayakan ibu-ibu rumah tangga untuk membuat kerajinan tangan dan merchandise dreamdelion.
Selain itu Alia juga membentuk tiga komunitas yaitu dreamdelion cerdas, dreamdelion sehat dan dreamdelion kreatif. Dreamdelion kreatif bertujuan untuk meningkatkan keahlian masyarakat binaan untuk mencapai kemandirian. Dreamdelion Cerdas sasarannya adalah anak-anak usia sekolah. Sementara Dreamdelion sehat untuk menyelesaikan masalah di bidang kesehatan dan lingkungan.
Agroedu Jampang Community, Berbisnis Sekaligus Membina Petani dan Anak-Anaknya Bertani Modern
Siapa sangka bisnis sosial satu ini dijalankan oleh seorang mantan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang bekerja di Hongkong. Heni, selain menjadi asisten rumah tangga dia pun meneruskan kuliahnya lewat kuliah jarak jauh jurusan Informatika di Saint Mary University, Hongkong. Heny pun pulang ke tanah air dengan gelar sarjana yang mendapatkan predikat cumlaude.
Sesampainya di tanah air, Heni merasa keadaan lingkungannya kurang sejahtera terutama di bidang pendidikan sehingga dia pun mendirikan AgroEdu Jampang Community, sebuah komunitas edukasi pertanian di Jampang Bogor.
Komunitas ini memberikan program pelatihan bagi petani misalnya dalam hal menanam tanaman hidroponik dan organik. Kemudian heni juga mengembangkan kegiatan wisata edukasi untuk para wisatawan. Sehingga bisnis yang dijalankan heni bukan sekedar bisnis pada umumnya namun juga mensejahterakan masyarakatnya. Heni juga kini membuat Smart Farmers Kids action yaitu sebuah komunias yang membina anak-anak petani dan anak-anak yang kurang mampu serta memberikan beasiswa.
Jaringan Warkop Nusantara
Bisnis yang satu ini memang banyak ditemui di Indonesia dari kedai kopi hingga kafe kopi mancanegara. Namun bisnis bukanlah bisnis komersil yang biasa kita temui di warung kopi. Jaringan Warkop Nusantara merupakan sebuah proyek sosial yang gotong royong untuk mengembangkan kopi lokal dan warung kopi tradisional di Indonesia. Tentunya kopi yang dijual adalah kopi lokal Indonesia dan asli tanpa campuran dari bubuk apapun.
Bisnis yang baru dimulai tahun lalu ini dikembangkan oleh Setya Yudha Indraswara atau akrab dipanggil Ulil. Dia mengembangkan bisnis sosial ini sebenarnya tak mencari keuntungan, namun karena ia perihatin dengan kondisi pasar Indonesia yang lebih menyukai kopi import dibandingkan kopi lokal. Padahal kopi lokal tak kalah jauh lebih enak dibandingkan dengan kopi import.
Selain itu di warung-warung kopi sekarang, pedagangnya lebih suka menjual kopi sachet yang sudah campuran ketimbang kopi bubuk dari biji asli. Jika mau kopi yang enak dan asli dirinya harus ke kafe yang mahal. Jika terus-terusan seperti itu tertu akan boros sekali.
Lambat laun ulil pun muncul keinginan untuk bisnis kopi lokal dengan memperkenalkan kopi ke warkop-warkop dengan cara menitipkan kopi untuk dijual. Tiap warkop dititipkan dua bungkus kopi lokal dengan jenis yang berbeda. Kopi tersebut digratiskan kepada pemilik kedai. Namun jika setelah mencicipi pemilik kedai ingin menjual kopinya maka baru ditetapkannya harga.
Lama-kelamaan teman-teman Ulil ada yang ingin berpartisipasi hingga terbentuklah sebuah komunitas bernama Jaringan Warkop Nusantara. Mereka bukan hanya menjual kopi langsung dari petani kopi namun juga memiliki kelas binaan. Di mana wadah tersebut digunakan untuk mengajarkan para pedagang kopi tetang bagaimana cara menjual kopi secara benar. Selain itu harga kopi pun dibedakan antara kelas konsumen subsidi (warkop kecil) dengan skala yang lebih besar (kafe).