Cara mendapatkan Label Halal dengan mengurus Sertifikat Halal dari MUI

sertifikat halal MUI

Label halal seperti penting tak penting bagi industri makanan. Karena tanpa label tersebut pembeli jadi meragukan apakah makanan terbut halal dimakan atau tidak. Apalagi untuk makanan yang diawetkan tentunya label halal sangat diperlukan. Bagi perusahaan makanan yang ingin mendaftarkan sertifikat halal MUI Lembaga Pengkajian Pangan Obat obatan dan Kosmetika maka harus memenuhi persyaratan sertifikasi halal seperti yang tercantum dalam Buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur, dan Kriteria).


Ikuti Juga : Pelatihan Sertifikat Halal LPPOM MUI – GoUKM (WA-081388319900)


Kriterian tersebut berlaku baik untuk industri pengolahan pangan, obat, kosmetika, Rumah Potong Hewan (RPH), restoran/katering, maupun industri jasa  seperti distributor, warehouse, transporter, retailer juga harus memenuhi Persyaratan Sertifikat Halal MUI yang tertuang dalam Buku HAS 23000.

Ada 11 Kriteria SJH yaitu

  1. Adanya Kebijakan Halal yang harus ditetapkan oleh manajemen puncak dan disosialisasikan kebjiakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.
  2. Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis dan memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas.
  3. Adanya Pelatihan dan Edukasi yang dilakukan oleh perusahaan. Jadi perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan tersebut minimal diilaksanakan setahun sekali atau lebih sering jika diperlukan dan harus mencakup kriteria kelulusan untuk menjamin kompetensi personel.
  4. Bahan makanan yang terkandung tidak boleh berasal dari :Babi dan turunannya, Khamr (minuman beralkohol), dan juga turunan khamr yang diperoleh hanya dengan pemisahan secara fisik, Darah, Bangkai, dan Bagian dari tubuh manusia.
  5. Merek atau nama produk juga tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan. Produk retail dengan sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi.
  6. Lini produksi dan peralatan pembantu tidak boleh digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dan produk yang mengandung babi atau turunannya.
  7. Perusahaan juga harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis (seleksi bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang, produksi, dll), disesuaikan dengan proses bisnis perusahaan yang menjamin semua bahan, produk, dan fasilitas produksi yang digunakan memenuhi kriteria.
  8. Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang disetujui dan dibuat di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria fasilitas produksi.
  9. Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang terlanjur dibuat dari bahan dan pada fasilitas yang tidak memenuhi kriteria.
  10. Perusahaan juga harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH yang dilakukan secara terjadwal setidaknya enam bulan sekali. Hasil audit internal disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan yang diaudit dan pihak ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
  11. Manajemen Puncak harus melakukan kajian terhadap efektifitas pelaksanaan SJH satu kali dalam satu tahun atau lebih sering jika diperlukan. Hasil evaluasi harus disampaikan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk setiap aktivitas.