Pajak Usaha: Ketahui Tarif dan Jenis Pajak untuk UKM dan UMKM

pajak ukm dan umkm

Di Indonesia, pajak merupakan sumber penghasilan utama negara. Oleh karena itu, pajak merupakan kewajiban untuk setiap warga negara. Pajak pun memiliki berbagai jenisnya, mulai dari pajak penghasilan, pajak kendaraan, hingga pajak usaha, terutama pajak untuk UKM dan UMKM.

Untuk pajak usaha, baik usaha dengan modal pinjaman atau usaha tanpa pinjaman. Ada beberapa jenis pajak yang perlu diketahui.

Jenis-jenis Pajak Usaha

Sama halnya dengan pajak lain-nya, pajak usaha juga dibagi menjadi beberapa jenis. Berikut jenis-jenis pajak usaha:

Baca Juga : Seluk Beluk Mengenai NPWP

Pajak Penghasilan

PPh adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan, Bisa secara individu atau badan termasuk juga perusahaan. Penghasilan didefinisikan setiap tambahan dari kemampuan ekonomis yang bisa berasal dari dalam atau luar Indonesia.

Hal tersebut bisa dikonsumsi atau bisa menambah kekayaan baik dengan nama atau bentuk apapun. Oleh karena itu, setiap pengusaha atau perusahaan juga akan dikenai pajak penghasilan. Besaran pajak yang diambil adalah 1% dari omset.

Pph juga berlaku bagi bisnis UMKM atau konvensional yang memiliki bangunan fisik atau pebisnis online maupun e-commerce. Besaran pajaknya pun sama yakni 1% dari omset.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pemerintah telah menetapkan batasan Pengusaha Kena Pajak atau PKP yaitu pengusaha yang memiliki omset hingga Rp4,8 miliar setiap tahunnya. Baik pengusaha offline maupun online yang memiliki penghasilan sebesar tersebut, maka wajib membayar PPN. Biasanya PPN dipungut dari hasil setiap transaksi yang ada.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

PPnBM mirp dengan PPN, hanya saja yang membedakan ialah objek pajaknya secara khusus disebutkan. Kategori objek yang masuk pajak ini adalah barang mewah atau mahal. Beberapa kategori pajak tersebut adalah sebagai berikut

  • Bukan merupakan barang kebutuhan pokok
  • Merupakan barang yang hanya dikonsumsi oleh kalangan masyarakat tertentu (kelas atas)
  • Umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
  • Barang tersebut dikonsumsi dengan tujuan untuk menunjukkan status sosial
  • Barang tersebut jika dikonsumsi bisa merusak kesehatan atau moral masyarakat termasuk juga menggangu ketertiban masyarakat.

Hampir setiap orang yang terjun di dunia usaha dan telah memiliki omset, maka wajib untuk dikenakan PPh dan PPn. PPh dan PPn akan dikenakan kepada usaha konvensional maupun usaha online.

Lalu bagaimana dengan Pajak UKM?

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai Usaha Mikro Kecil Menengah, Klasifikasi UMKM bisa dibedakan berdasarkan jumlah aset dan total omset penjualan. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), klasifikasi tersebut termasuk juga berdasarkan jumlah karyawan.

KategoriKaryawanAsetOmset
Usaha Mikro / Industri Rumah TanggaKurang dari 4 OrangHingga 50juta300juta
Usaha Kecil5-19 Orang50juta-500juta300juta-2,5miliar
Usaha Menegah20-99 Orang500juta-1miliar2,5miliar-50miliar
Usaha BesarLebih dari 100 OrangLebih dari 10miliarLebih dari 50miliar

Pajak UKM dan UMKM

Berdasarkan UU No.36 tahun 2008 pasal 2 mengenai Pajak Penghasilan bahwa setiap orang pribadi, orang pribadi yang memiliki warisan belum terbagi, badan, dan bentuk usaha tetap dikenakan pajak penghasilan.

Jika Abna mendaftarkan usaha atau badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ditempat usaha Anda berdomisili, maka Anda akan mendapatkan SKT atau Surat Keterangan Terdaftar.

Nantinya SKT tersebut berisi pajak-pajak apa saja yang harus Anda daftarkan, sesuai dengan jumlah omset usaha yang Anda miliki dalam setahun. Anda perlu membayar pajak-pajak berikut

PPh Pasal 4 Ayat 2

Pajak penghasilan atau PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah salah satu jenis pajak atas penghasilan dengan beberapa ketentuan spesifik mulai dari objek pajak, pemotong pajak sampai subjek pajak yang bisa dikenakan pajak tersebut.

Pemotongan pajak dalam PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat final. Artinya, pajak harus diselesaikan atau dilunasi dalam masa pajak yang sama.

Bagi pengusaha, omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 Ayat 2 tidak boleh dimasukkan ke dalam omset usaha. PPh harus dimasukan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final.

Dikutip dari cermati.com, berdasarkan ketentuan PPh Pasal 4 Ayat 2, dikenakan pajak PPh apabila

  • Penghasilan dalam bentuk bunga deposito serta tabungan lainnya, bunga obligasi serta surat utang negera, dan bunga simpanan yang telah dibayarkan oleh koperasi ke anggota koperasi orang pribadi.
  • Hadiah undian
  • Penghasilan yang diperoleh dari transaksi saham serta sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan pada bursa, dan juga transaksi penjualan saham ataupun pengalihan pernyertaan modal di perusahaan pasangannya yang telah diterima oleh perusahaan modal ventura
  • Hasil yang diperoleh transaksi pengalihan harta, yakni dalam bentuk tanah atau bangunan, usaha, real estate, usaha jasa konstruksi, dan penyewaan tanah atau bangunan.
  • Penghasilan tertentu lain, yang telah diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan PPh Pasal 4 Ayat 2

  • Jika transaksi tersebut merupakan transaksi antara perusahaan dan individu, PPh Pasal 4 Ayat 2 akan ditanggung oleh penerima penghasilan yang dalam hal ini ialah perusahaan.
  • Jika transaksi melibatkan dua perusahaan, perusahaan yang satu (pembayar) diharuskan untuk menyelesaikan pajak, sementara perusahaan yang lain (penerima) bebas dari kewajiban PPh Pasal 4 Ayat 2
  • PPh secara umum dikenakan dengan memakai tarif umum seperti pada Pasal17 dan pengenaanya tersebut dimasukan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Sementara yang kedua adalah dikenalkan PPh yang bersifat final.
  • PPh bersifat final berarti penghasilan yang diterima ataupun diperoleh akan dikenakan PPh dalam tarif tertentu.
  • PPh yang dikenakan (baik yang dipotong pihak lain, maupu yang sudah disetor sendiri) bukan menjadi pembayaran di muka atas PPh terutang, melainkan sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan.
  • Penghasilan yang sudah dikenakan PPh final, tidak akan dihitung PPh nya pada SPT lagi untuk dikenakan tarif umum bersamaan dengan penghasilan lainnya. PPh yang telah dipotong ataupun dibayar tersebut bukanlah kredit pajak pada SPT.

Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2

Jenis PenghasilanTarif pajak
Bunga Deposito, Sertifikat BI, Diskon Jasa Giro20%
Bunga Simpanan yang dibayarkan Koperasi kepada Anggotanya10%
Bunga dari Kewajiban0-20%
Dividen yang diterima Wajib Pajak10%
Hadiah Lotre atau Undian25%
Transaksi Derivatif Berjangka Panjang2,5%
Transaksi Penjualan Sahan Pendiri dan Bukan Pendiri0,5% dan 0,1%
Jasa Kontruksi2-6%
Sewa atas Tanah dan Bangunan10%
Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan5%
Transaksi dari Penjualan Saham0,1%

Pajak Penghasilan PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honor, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan lainnya. Pelaku usaha diwajibkan membayar jika usaha yang Anda jalankan memiliki pegawai.

Perhitungan PPh 21 dengan PTKP Terbaru

  • Rp54.000.000 per tahun atau setara dengan Rp4.500.000 per bulan untuk wajib pajak orang pribadi
  • Rp4.500.000 per tahun atau setara dengan Rp375.000 per bulan tambahan untuk wajib pajak yang kawin (tanpa tanggungan)
  • Rp4.500.000 per tahun atau setara dengan Rp375 per bulan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga dalam garis keturunan lurus atau anak angkat yang menjadi tanggungan.

Tarif Pajak PPh 21

  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp50.000.000 ialah 5%
  • Penghasilan tahunan diatas Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000 ialah 15%
  • Wajib pajak dengan pengahasilan tahunan diatas Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000 ialah 25%
  • Penghasilan tahunan di atas Rp500.000.000 adalah 30%
  • Wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20% lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki NPWP

Pajak Penghasilan PPh Pasal 23

Pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan. Biasanya PPh Pasal 23 dikenakan saat adanya transaksi di antara kedua belah pihak.

Pihak yang berlaku sebagai penjual atau penerima penghasila atau pihak yang memberi jasa akan dikenakan PPh Pasal 23. Sementara pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau pihak penerima jasa akan memotong dan melaporkannya kepada kantor pajak.

Jenis Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23

Hampir seluruh penghasilan di Indonesia dikenakan PPh 23. Jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 ialah royalti, bunga (termsuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang), dividen, hadiah, penghargaan, bonus, sewa, sampai imbalan.

Terdapat juga beberapa jenis penghasilan yang tidka dikenakan pajak atau mendapat pengecualian. Misalnya seperti penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank, sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi, hingga dividen yang berasal dari cadangan laba yang ditahan.

Baca Juga : Ketahui PPN, Pajak Pertambahan Nilai, Pembuatan Faktur dan Cara Pelaporannya

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

Tarif dari PPh 23 dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Dalam PPh 23, terdapat duna jenis tarif yang diberlakukan, yaitu 15% dan 2%, bergantung pada objek pajaknya

Jenis PenghasilanTarif Pajak
Dividen15%
Hadiah dan Penghargaan15%
Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta2%
Imbalan jasa teknik, jasa manajemne, jasa kontruksi, dan jasa konsultan2%
Imbalan jasa lainnya2%

Ketentuan Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23

Terdapat ketentuan dan jadwal dalam penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23, yakni sebagai berikut

  • PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu
  • PPh Pasal 23 disetor Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah bulan saat teritung pajak
  • SPT masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir
  • Bila masa jatuh tempo akhir pelaporan atau penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan papa hari kerja berikutnya.

Itulah beberapa penjelasan mengenai pajak ushaa, terutama untuk pajak UKM dan UMKM. Semoga ulasan diatas bermanfaat untuk Anda dan juga usaha yang sedang Anda jalankan.