Kemenkop Godok Standar Kompetensi Pendamping UMKM

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM menyelenggarakan konvensi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang pendamping UMKM. Konvensi ini akan melahirkan sebuah pedoman baku bagi para pendamping UMKM dalam memberikan layanan pendampingan, sekaligus diharapkan semakin membuka lapangan kerja baru melalui industri jasa pendampingan UMKM.

“Ini rangkaian prosesnya panjang. Nah, kami akan melahirkan himpunan SKKNI di bidang pendamping yang belum ada. Ini suatu kebutuhan,” ujar Deputi bidang Restrukturisasi Usaha, Kemenkop UKM Yuana Sutyowati dalam konvensi di hotel Kaisar, Jakarta, Selasa (13/12/2016).

Guna mendukung program tersebut, Kemenkop akan merekrut 10 ribu konsultan pendamping dari berbagai daerah. Rekrutmen tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja KUMKM agar produktivitas dan daya saingnya meningkat sehingga mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

“Sekarang sudah 7.380, kita akan tambah terus. Pemerintah sudah sangat clear bahwa untuk memberdayakan UMKM salah satu strategisnya adalah penguatan pendamping, sehingga dia bisa mengawal day by day di sentra-sentra UKM,” kata Yuana.

Dengan hadirnya 10 ribu pendamping diharapkan KUMKM akan naik kelas. Namun demikian memobilisasi 10 ribu pendamping KUMKM agar mampu bekerja secara profesional dalam waktu singkat bukanlah hal mudah. Kementerian UKM perlu terlebih dahulu membuat standarisasi layanan pendampingan, serta melaksanakan monitoring, evaluation dan learning yang efektif.

“Yang melakukan pengawalan terhadap berjalannya usaha, naik kelasnya UKM di sentra-sentra UKM itu adalah konsultan pendamping UKM ini. Oleh karena itu, kompetensi standarisasi pendamping ini penting,” tandasnya.

Yuana mengakui kenyataan saat ini menunjukkan bahwa pendampingan telah menjadi instrumen penting di berbagai kementerian dan instansi  seperti Kemendes, Kementan, Kemenaker dan lain-lainnya, termasuk di Kemenkop UKM. Di berbagai kedeputian di Kemenkop terdapat beragam program yang melibatkan pendamping seperti KUR, PLUT KUMKM, TTG, BDSP, IUMK, OVOP, dan GKN.

“Yang jelas dari kedeputian kami pendamping MEA ada 100 orang, sama pendamping 293 di PLUT, tapi di deputi lain itu banyak seperti di KUR, dan pendamping Kewirausahaan,” jelas dia.

Dia memastikan bahwa kemampuan para pendamping sangat beragam. Rentang pengalamannya bisa dari nol tahun sampai belasan tahun. Jenis layanan yang disediakan juga bisa dari hal yang sangat umum sampai dengan hal yang sangat spesifik. Teknis pendampingan yang digunakan juga juga bermacam-macam pula, tergantung dari KUMKM yang dilayani.

“Setiap kita rekrut dia harus miliki sertifikasi, ini jadi kewajiban karena di luar negeri yang namanya cleaning serivice sudah disertifikasi, Indonesia masih perjuangan,” katanya.

Melihat situasi tersebut maka Kementerian UKM perlu menyusun standarisasi layanan pendampingan yang berlaku secara nasional. Standar layanan tersebut dibuat beberapa kategori  dengan memperhatikan kebutuhan KUMKM dan kemampuan SDM pendamping di berbagai daerah.