Bisnis patungan adalah sebuah kesatuan dibentuk antara kedua pihak atau lebih untuk menjalankan aktivitas ekonomi bersama (Wikipedia). Para pihak tersebut setuju untuk berkelompok dengan menyumbang keadilan kepemilikan dan kemudian saham dalam penerimaan, biaya dan control perusahaan.
Sederhanannya bisnis patungan ini merupakan model bisnis alternatif dengan sistem penanaman modal bersama yang nantinya keuntungan yang didapatkan dari bisnis tersebut akan dibagi secara adil ke masing-masing pemilik usaha.
Bagi pelaku usaha pemula, bisnis patungan ini pasti terlihat menggiurkan. Bagaimana tidak, dengan berbisnis model ini pelaku usaha bisa menjalankan bisnisnya dengan modal yang kecil karena sebagian modal lainnya akan di-cover oleh pemilik modal. Selain itu, untuk pebisnis yang memiliki modal namun tidak memiliki kemampuan untuk mengelolanya juga bisa diuntungkan karena mereka bisa mempercayakan 100% modalnya ke dalam sebuah bisnis dan mendapatkan keuntungan tanpa harus ikut mengelolannya.
Dewasa ini pembiayaan bisnis seperti ini dinilai lebih kreatif dan adil dibandingkan dengan pinjaman modal usaha di bank atau badan usaha keuangan lain. Seperti yang sudah kita ketahui, pinjaman modal usaha yang banyak ditawarkan dengan besaran bunga yang bervariasi. Ini lah yang biasanya jadi pertimbangan para pebisnis, cicilan di tambah bunga yang harus ditanggung masih terasa berat. Untuk itu dipilihlah alternatif permodalan usaha lainnya salah satunya adalah model bisnis patungan atau bisnis kerjasama.
Namun tidak bisa dipungkiri terkadang banyak juga bisnis kerjasama yang gagal ditengah jalan. Salah satu penyebanya bisa jadi karena berbedanya visi dan misi para pemilik bisnis dan yang paling krusial adalah sistem sharing profit yang tidak benar dan kurang terbuka. Maka dari itu, dibutuhkan perencanaan dan kesepakatan terlebih dahulu oleh kedua belah pihak sebelum memutuskan untuk menjalankan bisnis kerjasama ini.
Sistem bagi hasil umum untuk usaha patungan
Menurut finansialku.com, sistem bagi hasil bisnis patungan adalah pembagian dengan porsi yang tetap atau disebut juga dengan fixed split. Di mana pemilik modal akan mendapatkan keuntungan sesuai dengan modal yang ditanamkan. Berikut kami ilustrasikan contoh bagi hasil Dini dan Karin.
Dini dan Karin mencoba untuk bisnis patungan dibidang kuliner. Untuk modal awal, Dini menanamkan dana sebesar Rp 50 juta dan Karin menaruh modal awal sebesar Rp 150 juta. Jadi perhitungan porsi bagi hasil dari bisnis patungan tersebut adalah Dini 25% dan Karin 75%. Porsi bagi hasil ini akan tetap selama bisnis patungan tersebut berjalan hingga ada perubahan komposisi kepemilikan misalnya Karin menjual porsi bagiannya ke orang lain.
Karena porsi bagi hasil ditentukan dari modal awal yang ditanamkan, sistem ini dinilai kurang adil karena tidak dipengerahui oleh porsi pekerjaan pemilik. Misalkan suatu saat Dini memutuskan ingin menjalankan bisnis baru. Sehingga bisnis patungannya dengan Karin sepenuhnya menjadi tanggung jawab Karin dan otomatis porsi pekerjaan Karin bertambah. Seharusnya porsi bagi hasil Karin bertambah juga bukan? Tidak, dengan sistem fixed split ini porsi Karin akan tetap sama yaitu 75% dan Dini tetap mendapatkan 25% dari keuntungan usaha.
Cara pembagian tersebut tidak salah namun bisa dibilang juga tidak adil. Untuk besaran devidennya memang sudah benar, tapi juga harus disesuaikan dengan kontribusi masing-masing pemilik seperti, modal usaha, lisensi, paten kemampuan dan lainnya.
Lalu bagiamana sistem pembagian hasil yang adil?
Ada 2 bentuk kerjasama yang bisa mempengaruhi besarnya porsi keuntungan dalam berbisnis yaitu Trust Investment/Full Investment dan Sharing Investment.
Bentuk kerja sama Trust Investment
Bentuk kerjasama Trust Investment adalah kerjasama usaha antara pemilik modal dan pemilik usaha. Di mana pihak pemodal menginvestasikan 100% uangnya kepada pihak lain yang berkompeten untuk menegelola usaha tersebut. Di sini investor atau pemilik modal tidak mengelola bisnis namun tetap memiliki peran dalam pengawasan usaha.
Pembagian keuntungan dihitung berdasarkan aktual laba rugi usaha dan besarnya ditetapkan melalui negosiasi dan kesepakatan. Kesepatan tersebut nantinya akan dituangkan dalam akad atau perjajian usaha. Bisanya besar deviden yang ditetapkan 60% untuk pengelola usaha dan 40% untuk pemilik modal.
Contoh implementasi dan perhitungannya seperti ini:
Dini menginvestasikan modal sebesar Rp 200 juta dalam usaha makanan yang akan dikelola oleh Karin. Modal tersebut digunakan untuk sewa tempat, investasi peralatan dan modal kerja. Porsi pembagian keuntungan yang ditetapkan oleh kedua belah pihak sebesar 60% untuk pengelola dan 40% untuk pemilik modal. Ini ditetapkan karena pemodal tidak berperan dalam pengelolaan bisnis, maka dari itu besarnya lebih kecil dari pengelola.
Setelah berjalan selama 3 bulan Karin melaporkan omzet dan keuntungan yang diperoleh usahanya kepada Dini seperti berikut.
Bulan | Omzet | Keuntungan bersih (Omzet – (Pengeluaran perbulan+invest)) |
Maret | Rp 20 juta | Rp 14 juta |
April | Rp 21 juta | Rp 15 juta |
Mei | Rp 18 juta | Rp 12 juta |
Maka perhitungan pembagian keuntungan yang didapatkan keduanya adalah:
Bulan | Deviden untuk Dini | Deviden untuk Karin |
Maret | Rp 14 juta x 40% = Rp 5.6 juta | Rp 14 juta x 60% = Rp 8.4 juta |
April | Rp 15 juta x 40% = Rp 6 juta | Rp 15 juta x 60% = Rp 9 juta |
Mei | Rp 12 juta x 40% = Rp 4.8 juta | Rp 12 juta x 60% = Rp 7.2 juta |
Ketentuan yang perlu diketahui:
– Bila ada resiko kerugian usaha yang dalam hal ini bukan disebabkan bisnis risk atau pengelola yang berhianat maka tanggung jawab sepenuhnya oleh pemilik modal. Artinya pemodal tidak akan mendapatkan keuntungan dari investasinya dalam kurun waktu teretentu atau bahkan pemilik modal wajib menambahkan investasi dalam bisnis tersebut.
– Sedangkan untuk pengelola bisnis, kerugian yang akan dihadapinya kemungkinan tidak akan mendapatkan pembagian keuntungan dari bisnis yang dijalankan.
– Seluruh asset baik berupa tunai maupun non tunai, baik hasil pengadaan saat di awal usaha atau asset hasil pengadaan yang tumbuh hasil pengembangan usaha 100% hak pemilik modal.
Baca Juga : Cara Menghitung Persen
Bentuk kerjasama Sharing Investment
Merupakan bentuk kerjasama usaha yang masing-masing orang menginvestasikan modal dan menunjuk satu pihak pemodal yang berkompeten untuk bertugas mengelola usaha tersebut atau bisa juga bersama-sama berperan dalam mengelola bisnis. Untuk menentukan porsi pembagian keuntungan tidak ada ketentuan baku, tapi berdasarkan kesepakatan. Namun bisanya, bagi pemilik modal dan juga menjadi pengelola usaha mendapatkan porsi yang lebih besar dari pemodal yang tidak ikut mengelola.
Contoh implementasi dan perhitungan pembagian keuntungan seperti ini:
Dini dan Karin sepakat membuka usaha kuliner bersama dengan total modal sebesar Rp 350 juta. Untuk modal awal yang Dini menyalurkan dana Rp 150 juta dan Karin Rp 250 juta. Dari kesepakatan bersama, Dini bertugas sebagai pengelola bisnis tersebut. Maka berapakah yang mereka berdua dapatkan?
Besar bagian kepemilikan usaha:
Dini dengan modal Rp 150 juta berarti memiliki kepemilikan atas usaha sebanyak 37%
Karin dengam modal Rp 250 juta memiliki kepemilikan atas usaha sebanyak 63%
Setelah berjalan selama 3 bulan Dini melaporkan omzet dan keuntungan yang diperoleh usahanya kepada Karin seperti berikut.
Tahun | Omzet | Keuntungan bersih (Omzet – Pengeluaran Perbulan + gaji pengelola)) |
Maret | Rp 50 juta | Rp 50 juta – (Rp 12 juta – Rp 3 juta) = Rp 35 juta |
April | Rp 45 juta | Rp 45 juta – (Rp 12 juta – Rp 3 juta) = Rp 25 juta |
Mei | Rp 35 juta | Rp 35 juta – (Rp 12 juta – Rp 3 juta) =Rp 20 juta |
Di atas merupakan keuntungan yang didapatkan dari bisnis mereka setiap bulannya, namun karena Dini bertugas juga sebagai pengelola bisnis maka sama seperti pekerja ia layak untuk menerima “gaji” perbulan. Besarnya gaji bisa disepakati bersama.
Maka perhitungan pembagian keuntungan yang didapatkan keduanya adalah
Bulan | Deviden untuk Dini | Deviden untuk Karin |
Maret | Rp 35 juta x 37% = Rp 12.9 juta | Rp 35 juta x 63% = Rp 22 juta |
April | Rp 25 juta x 37% = Rp 9.2 juta | Rp 25 juta x 63% = Rp 15.7 juta |
Mei | Rp 20 juta x 37% = Rp 7.4 juta | Rp 20 juta x 63% = Rp 12.6 juta |
Ketentuan yang harus diketahui:
– Risiko kerugian usaha menjadi tanggung jawab bersama yang dibagi proporsioal berdasarkan jumlah modal yang di setorkan (Dini 37%, Karin 63%)
– Seluruh asset baik berupa tunai maupun non tunai, baik hasil pengadaan saat di awal usaha atau asset hasil pengadaan yang tumbuh hasil pengembangan usaha menjadi hak pemilik modal berdasarkan porsi kepemilikan setoran modal.
Apakah waktu pembagian harus dilakukan setiap bulannya?
Mengenai kapan dan pembagian hasil bisa disesuaikan dengan perjanjian yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak. tidak hanya bulanan saja, tapi juga bisa dilakukan dalam satu siklus usaha, tahunan, kuartal atau semester. Tapi bagi usaha yang belum mendapatkan keuntungan yang besar sebaiknya jangan dipaksakan, utamakan untuk kebutuhan produksi berikutnya dan investasi bisnis.
Sebenarnya sistem pembagian ini sifatnya dinamis tergantung kesepakatan atara pemodal dan juga pengelola bisnis. Namun secara umum, kurang lebih seperti di atas lah pembagian keuntungan dalam bisnis patungan. Demikian informasi tentang cara pembagian hasil dalam bisnis patungan yang benar semoga informasi ini berguna. Semoga suskes!