Jepang terkenal sebagai negara yang penduduknya sudah ditanamkan budaya kerja disiplin dan etos kerja sejak dini. Prinsip seperti Bushido (tentang loyalitas), Makoto dan Ganbatte Kudasai (kerja keras), Konsep Keishan (kreatif dan inovatif), Prinsip Kaizen (prinsip ketepatan waktu) menjadi hal yang sangat perlu dipahami. Oleh karena itu, tidak mengherankan tingkat kesibukan di Jepang sangat tinggi dibandingkan dengan negara manapun. Hal ini memang baik bagi pertumbuhan negara itu sendiri, namun masalahnya karena disiplin dan ketatnya sistem kerja yang dianut, malah memicu tingkat depresi pekerjanya.
Kasus karyawan depresi karena waktu kerja yang padat makin banyak bermunculan di negara sakura ini. Bahkan sampai ada yang meninggal dan bunuh diri karena tidak kuat menanggung beban kerja yang berat dan banyak. Di negara ini fenomena tersebut terkenal dengan istilah karoshi yang diartikan sebagai kematian akibat kerja yang berlebihan. Beberapa korban karoshi dinyatakan bekerja selama 14 jam sehari dalam waktu satu minggu. Ini tentu saja melewati batas kerja normal yang diterapkan oleh beberapa negara. Bahkan ada salah satu kasus yang menyatakan korban karoshi bekerja selama 80 hari berturut-turut dan lebih dari 100 jam selama berbulan-bulan dalam suatu waktu.
Kasus serupa pun pernah juga terjadi di Indonesia. Anda masih ingat dengan tragedi meninggalnya copywriter muda bernama Mita Diran karena memforsir diri bekerja sampai 30 jam? Mita dinyatakan wafat setelah koma selama 24 jam. Sebelumnya dirinya koma, Mita bekerja selama 3 hari berturut-turut tanpa tidur. Selama itu juga, Mita mengonsumsi banyak minuman penambah energi dan kopi yang mengandung kafein tinggi. Berita kematian wanita muda ini sempat menjadi viral di media sosial pada tahun 2013 lalu.
Melihat fenomena ini perusahaan harusnya memiliki batasan-batasan bekerja yang wajar. Di Jepang sendiri sudah ada beberapa upaya untuk mengurangi tragedi ini, seperti dengan diberlakukannya Premium Friday. Bukan hanya itu, inilah beberapa aturan-aturan perusahaan Jepang yang sengaja dibuat untuk menekan tingkat depresi karyawan.
Penerapan Premium Friday
Premium Friday merupakan satu kebijakan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang pada tahun 2015 lalu. Di mana peraturan ini mengharuskan perusahaan baik negeri maupun swasta di Jepang untuk tutup lebih awal yaitu pukul 15.00 waktu sekitar dan mengizinkan para pekerja pulang pada waktu yang sudah ditetapkan itu. Sesuai namanya kebijakan ini berlangsung pada hari Jumat di akhir bulan.
Dilansir dari Liputan6.com langkah ini diambil oleh pemerintah Jepang bertujuan untuk meminimalisir tingkat stress pekerja disebabkan kelebihan jam kerja yang selama ini diterapkan oleh perusahaan-perusahaan. Selain itu, juga sebagai upaya untuk menumbuhkan perekonomian Jepang sendiri karena akan semakin banyak masyarakat yang menghabiskan waktunya di luar kantor baik itu berbelanja maupun makan-makan.
Nyatanya pada tahap awal dikeluarkannya kebijakan ini, belum sepenuhnya berhasil dan masih banyak karyawan yang menghabiskan waktunya di kantor. Hal ini karena mereka masih berpegang erat akan prinsip loyalitas yang sudah ditanamkan pada diri mereka. Belum lagi, sikap tidak enak dengan atasan bila harus pulang mendahuluinya jadi kendala. Maka beberapa perusahaan pun menambahkan “keuntungan lebih” bagi siapa pun karyawan yang meninggalkan meja kerjanya tepat pada pukul 15.00 di hari Jumat Premium dengan memberikan bonus uang tunai 3.200 yen (hampir Rp Rp400.000).
Inemuri tradisi tidur di mana saja termasuk di kantor
Kalau di Indonesia ada karyawan yang tidur di kantor pasti akan langsung kena omel bos atau supervisor. Berbeda kalau di Jepang, justru ini jadi kebiasaan yang dilakukan pekerja. Bahkan beberapa perusahaan memberikan kelonggaran untuk pegawai agar dapat melaksanakan “ritual” tersebut di sela-sela aktivitas kerja mereka.
Hal ini didasari karena hampir semua pekerja di Jepang memiliki jam kerja yang cukup padat sehingga bisa mengurangi waktu jam tidur mereka. Oleh karena itu, agar dapat meningkatkan produktivitas karyawannya mereka memberikan waktu untuk tidur sekitar 30 menit di kantor.
Tidak hanya dikantor, inemuri ini juga sering dilakukan di beberapa tempat umum seperti kereta, tangga subway, bahkan pinggir jalan. Uniknya di Jepang orang yang melakukan ini tidak dianggap aneh atau sedang mabuk berat, tapi mereka malah dianggap sebagai pekerja keras. Menurut penelitian Dr Brigite Steger, Dosen Senior di Modern Japanese Studies, University of Cambridge, kebiasaan ini sudah berlangsung sejak lama sekali tepatnya sejak era samurai di Jepang dan mulai popular sejak tahun 1980-an.
Karyawan dipaksa mengambil cuti
Selain memberlakukan Premium Friday pemerintah Jepang juga menerbitkan undang-undang yang akan “memaksa” para karyawan untuk berlibur. Ini dikeluarkan karena masih banyak karyawan yang enggan mengambil cuti. Bahkan sepanjang tahun 2013, menurut data yang ada pekerja hanya mengambil kurang dari separuh jatah cuti yang ditetapkan. Hal ini sangat kontras bila kita bandingkan dengan pekerja Indonesia. Di sini jatah cuti selama setahun harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk liburan.
Alasan banyak karyawan yang tidak mengambil cuti ini salah satunya karena merasa sunkan dengan rekan kerja mereka. Dilansir dari Kompas.com menurut hasil studi Institut Pelatihan Kebijakan Tenaga Kerja Jepang, lebih dari separuh karyawan di negeri itu mengatakan mereka tidak sempat mengambil cuti karena beban kerja yang terlalu banyak. sehingga dengan begitu, mendorong kasus-kasus karoshi.
Dan untuk itu, kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah Jepang ini diharapkan bisa meningkatkan angka liburan para karyawan hingga 70 persen pada 2020. Saat ini, jumlah cuti untuk setiap karyawan di Jepang bertambah dari 10 hari sekarang menjadi 20 hari selama setahun.
Mengurangi jam lembur kerja
Maraknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh pegawai mendorong pemerintah Jepang untuk meniadakan jam kerja yang panjang dan tidak memberlakukan uang lembur. Mengutip laman Financial Times, kebiasaan lembur tersebut sudah dihilangkan sejak 2015 lalu dan mulai menerapkan jam kerja normal seperti negara lainnya, yaitu dari pagi jam 8 hingga 5 sore. Sebenarnya, jam kerja yang panjang sudah diberlakukan pada tahun 1995 dengan durasi bekerja 1.910 jam per tahun dan pada tahun 2012 sudah turun drastis menjadi 145 jam per tahun.
Meski jam kerjanya pendek, beberapa perusahaan Jepang mengapresiasi karyawannya dengan memberikan gaji lebih bagi karyawan yang paling produktif. Sehingga dengan begitu, gaji karyawan bukan lagi diukur dari jam kerja yang panjang, tapi berdasarkan dari kinerjanya lebih tinggi.
Memberikan bentuk apresiasi bila karyawan mencapai target
Cara ampuh lain untuk mengatasi tingkat depresi yang dirasakan oleh karyawan adalah dengan memberikan apresiasi bila ada salah satu karyawan atau divisi mencapai target yang diinginkan oleh perusahaan. Langkah ini bertujuan agar pekerja merasa apa yang mereka lakukan mendapatkan respons positif dari atasan mereka. Adapun bentuk apresiasi dalam perusahaan bisa berupa pemberian piagam atau sejumlah bonus dari perusahaan.
Kenapa ini bisa mengurangi tingkat stress bekerja karyawan? Karena dengan pemberian penghargaan ini bisa mempengaruhi rasa percaya diri mereka nantinya. Sehingga dengan begitu karyawan yang diapresiasi tersebut bisa meningkatkan kembali kinerjanya dari waktu ke waktu.
Sebaliknya jika karyawan dibebani dengan setumpuk target yang harus diraih tanpa adanya tanda balas jasa, dilansir dari detik.com hal ini sangat mempengaruhi mental pekerja. Menurut dr. Andri, SpKJ, FAPM dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, mengatakan perusahaan yang hanya mengejar pencapaian tanpa memerhatikan kesehatan serta kesejahteraan karyawan berisiko tinggi membuat karyawan depresi. Nah untuk itu, jangan sampai depresi yang dialami karyawan berbuntut bunuh diri yang nantinya malah merugikan perusahaan itu sendiri.
Mengubah suasana kerja
Dari beberapa survei yang telah dilakukan 63% dari pebisnis menyatakan suasana kantor yang fleksibel mempengaruhi stres, sedangkan 64% karyawan mengatakan tempat kerja yang fleksibel jadi alasan mereka bisa betah berlama-lama bekerja di perusahaan tersebut. Contoh seperti Google yang menyulap headquarter mereka layaknya seperti tempat bermain, tempat meluncur raksasa bahkan swalayan makanan dan minuman.
Bila Anda punya perusahaan atau kantor, coba lah untuk mengubah suasana kantor. Tidak perlu dengan interior yang mahal dan high-tech, minimalis saja juga sudah cukup. Berikan suasana menyenangkan pada area-area yang penting, seperti ruang meeting, ruang istirahat, dan meja kerja karyawan. Tambahkan intensitas pencahayaan yang baik dan nyaman dilihat. Tambahkan fitur warna-warni pada dinding-dinding kantor atau tambahkan quote-quote yang bisa membakar semangat kerja karyawan Anda.
Kalau Anda juga ingin mendambakan suasana relax, Anda pun juga bisa memberikan sentuhan aroma terapi. Dan yang terakhir agar pegawai tidak bosan berlama-lama di kantor tambahkan hiburan di kantor Anda, misalkan tempat bermain game yang bisa digunakan oleh seluruh karyawan.