Peraturan mengenai koperasi selama ini memang sudah ada yakni UU No 25 tahun 1992, namun seperttinya UU yang dibuat sekitar 14 tahun lalu tersebut perlu diperbaharui. Karena memang selama ini UU tersebut belum bisa sepenuhnya menyelesaikan permasalahan regulasi koperasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koperasi dan Ukm Anak Agung Ngurah Puspayoga saat menyempaikan penjelasan pemerintah kepada DPD RI atas penyampaian RUU tentang Perkoperasian di ruang rapat Komisi VI DPR, Senayan Jakarta, Rabu (19/10).
Menurutnya rancangan UU perkoperasian ini dibuat sebagai tindak lanjut atas kepurusan Mahkamah Konsitusi yang membatalkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
“Kami berharap semoga yang kami sampaikan pada hari ini dapat menjadi masukan kepada anggota DPR RI dalam mengadakan pembahasan dan penyempurnaan terhadap rumusan-rumusan yang terdapat dalam RUU ini,” ujar Puspayoga.
Kini rancangan Undang-Undang tersebut sudah berads ditangan Komisi Vi DPR yang selanjutnya akan dibahas bersama. Puspayoga berharap rancangan Undang-Undang ini akan segera menjadi Undang-Undang yang akan menjadi landasan hukum yang mantap dalam pembangunan koperasi di masa depan.
“Semoga apa yang sedang dan akan kita lakukan memberikan manfaat bagi pembangunan koperasi pada khususnya dan pembangunan pada umumnya serta mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha Esa,” kata Puspayoga.
Dan untuk memperlancar RUU perkoperasian pemerintah sendiri telah membentuk tim pendamping yang terdiri dari lintas dari lintas Kementerian/Lembaga, akademisi, dan gerakan koperasi. Selain itu penyusunannya didasarkan kajian naskah akademik.
Azam Azman Natawijana, Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Demokrat mengatakan bahwa UU Perkoperasian yang baru sangat penting sekali dalam rangka untuk mempercepat pertumbuhan koperasi di tanah air. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa koperasi merupakan salah satu pilar ekonomi nasional selain swasta dan BUMN.
Ia pun berharap dengan dibentuknya UU perkoperasian ini bisa meningkatkan pertumbuhan koperasi Indonesia dan bisa memberikan kepercayaan yang lebih dari pemerintah kepada Kemenkop yang dari waktu ke waktu anggarannya turun terus.
Sependapat dengan Azam dan Puspayoga, Gede Sumarjaya Linggig dari Fraksi Golkar mengatakan bahwa kehadiran UU Perkoperasian yang baru sangat ditunggu-tunggu sehingga memanfaatannya diharapkan benar-benar menjadi alat pemerataan kesejaheraan dan memicu timbulnya pelaku usaha baru.
Dan dalam beberapa dekade baru untuk menimbulkan pengusaha baru sangat sulit sehingga kita ketinggalan dari negara lain ASEAN terutama. Bahkan kita mencapai standar dari yang mestinya jumlah pengusaha.
“Melalui penguatan koperasi dalam UU ini kita berharap nanti timbul pelaku-pelaku baru yang bisa kita bersaing di MEA dalam menghadapi ‘perang ekonomi’. Mudah-mudahan kita bisa secepatnya menyelesaikan UU ini,” tambahnya.
Undang-Undang ini pun bukan hanya membuat penguatan lembaga yang berasaskan kekeluargaan tersebut namun jika memunculkan pelaku-pelaku baru yang bisa bersaing di MEA. Setelah penyampaian penjelasan pemerintah kepada DPR RI atas penyampaian RUU Perkoperasian, selanjutnya Komisi VI DPR akan menggelar rapat kerja dengan agenda penyampaian pandangan dari masing-masing fraksi.
“Mudah-mudahan kita upayakan agar UU Koperasi ini nanti tidak lagi menjadi objek judicial review sehingga saya kira perlu kita dalam mambahas kita melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak yang bergerak dalam bidang koperasi,” ucap Anggota Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan Irmadi Lubis.
“Marilah kita sama-sama baik dari DPR dan pemerintah belajar dari pengalaman pahit UU Koperasi yang terdahulu yang telah dicabut sampai ke akar-akarnya oleh MK,” tutur dia.