Menyulap Tanaman Liar Jadi Peluang Usaha yang Menjanjikan

Banyak di antara Anda pasti tidak suka bila melihat halaman yang sudah ditumbuhi tanaman-tanaman liar. Apa lagi di musim hujan seperti sekarang ini biasanya tumbuhan ini akan cepat tumbuh merambat di sekitar pekarangan rumah Anda. Bila sudah begitu, jangan langsung dipangkas, karena sebenarnya di antara tumbuh-tumbuhan tersebut memiliki manfaat tersendiri bahkan memiliki potensi untuk Anda jadikan peluang usaha yang menjanjikan. Misalnya tumbuhan liar alang-alang, Anda pasti mengenal tumbuhan liar yang satu ini bukan?

Alang-alang atau yang biasa disebut dengan ilalang merupakan rumput yang berdaun tajam yang kerap menjadi gulma di lahan pertanian. Nyatanya tumbuhan liar ini kerap dimanfaatkan untuk bahan obat tradisional, untuk meluruhkan kencing dan mengobati demam. Selain berkhasiat untuk tubuh, rumput ilalang pun juga bisa digunakan untuk membuat berbagai kerajinan.

Salah satunya adalah kerajinan atap ilalang, usaha ini sudah ditekuni oleh para pengrajin di Desa Jereneng, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat (Lobar), Nusa tenggara Barat (NTB). Bahkan kabarnya usaha kerajinan ini sudah menembus pasar dunia. Sejumlah pengusaha atap ilalang di desa setempat mengatakan bisa mengirim tiga sampai empat kali dalam satu bulan ke beberapa pasar lokal maupun internasional, di antaranya Singapura, Australia, Belanda dan sejumlah negara di Eropa dengan jumlah pengiriman yang mencapai rata-rata 500 lembar atap ilalang siap pakai dalam satu kali pengiriman.

Macam-macam Peluang Usaha Dari Tumbuhan Liar 

Tidak hanya ilalang yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan pundi-pundi penghasilan, berikut ini beberapa tumbuhan liar yang juga bisa Anda olah.

Tanaman Pegagan

Pegagan banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan serta pematang sawah. Tanaman ini termasuk jenis tanaman herba tahunan yang tumbuh menjalar dan berbunga sepanjang tahun. Jenis pegagan yang paling banyak dijumpai adalah pegagan merah dan pegagan hijau. Pegagan merah dikenal juga dengan antanan kebun atau antanan batu karena banyak ditemukan di daerah berbatuan, kereing dan terbuka. Sedangkan pegagan hijau sering dijumpai di daerah persawahan dan disela-sela rumput. Dan bisa tumbuh di tempat yang agak lembap serta terbuka atau agak ternaungi.

Pemanfaatan tumbuhan pegagan untuk usaha sudah digeluti oleh kelompok masyarakat Pawon Dendhis di Kulonprogo. Berkat kejelian mereka melihat potensi tumbuhan liar ini yang sering tumbuh di sekitar tempat tinggal mereka mendatangkan rejeki bagi masyarakatnya.  Dwi Martuti Rahayu, salah satu anggota Paeon Gendhis menggunakan pegagan untuk diolah menjadi peyek. Bagaimana Dwi bisa memulai usaha ini.

Dikutip dari harianjogja.com Dwi mengatakan usahanya ini berawal karena ia sering melihat tumbuhan pegagan tumbuh disekitar tempatnya tinggal, mulai dari sana ia mencari-cari manfaat dari tumbuhan tersebut. Kebanyakan orang menggunakannya untuk menyembuhkan berbagai penyakit seperti asma, kesehatan kulit, kesuburan, menghilangkan jerawat, dan lainnya. ia pun ikut membudidayakan sendiri pegagan di pekarangan rumahnya dengan pupuk organik, setelah itu Dwi dan anggota lainnya mulai berinovasi dengan membuat peyek pegagan. Hal ini sengaja ia lakukan agar produk bisa diterima oleh masyarakat. Ternyata benar saja, mulai banyak pesanan yang ia terima. Bahkan kini ia dengan anggota lainnya bisa menggerakkan 42 ibu rumah tangga untuk terlibat sekaligus menambah penghasilan. Dalam dua harinya, ia mengatakan rata-rata bisa menjual 10 kg peyek pegagan dengan harga Rp 60.000 per kg.

Eceng Gondok

Tumbuhan yang dianggap gulma yang dapat merusak lingkungan perairan ini sering kali dimanfaatkan oleh untuk pupuk organik bahkan dikonsumsi untuk kesehatan tubuh. Tidak hanya itu di Semarang, Jawa Tengah tanaman digunakan untuk membuat kerajinan yang unik. Contohnya Rafi Hartono yang menyulap eceng gondok menjadi produk kreatif. Usaha Geni Art ini dimulai sejak tahun 2004 dengan modal awal yang sangat kecil sebesar Rp 45.000. Uang tersebut hanya ia gunakan untuk membeli perlengkapan gambar, sedangkan untuk bahan eceng gondok ia mengambil dari rawa. Kemudian tanaman tersebut ia buat menjadi mainan mobil-mobil an sejenis bemo.

Perjuangan Rafi merintis usahanya pun terbayar, usahanya mendapat perhatian dari Dinas Pemuda dan Olahraga Semarang. Ia pun mendapat bantuan dana usaha beserta pemasaran. Tidak hanya mobil-mobilan Geni Art juga menjual kotak tisu dan tutup lampu yang terbuat dari eceng gondok. Untuk harga ia mematok mulai dari Rp 35 ribu hingga Rp 375 ribu.

Dengan ide kreatif ini, dalam sebulan Rafi bisa memperoleh omzet sekitar Rp 8 juta per bulan. Sedangkan untuk pengeluarannya Rafi tidak perlu mengeluarkan biaya yang terlalu besar. karena dalam sebulan rafi hanya membutuhkan 150 kg eceng gondok, 10 kaleng lem (30 kg/kaleng), dan 50 kertas daur ulang.

Bila Anda ingin menggeluti usaha yang serupa seperti Rafi, Anda bisa memulainya dari sekarang. Namun yang perlu Anda tahu, Anda harus tahu bagaimana caranya mengolah tanaman eceng gondok agar bisa dipakai. Agar eceng gondok bisa dipakai, tanaman ini harus dalam kondisi kering. Jika Anda ingin berbentuk lembaran, maka pertama-tama kupas eceng gondok untuk dibuang isinya, setelah itu baru kemudian dijemur.

Untuk proses pengeringan biasanya memakan waktu selama 3 hari. Dalam proses pengeringan ini jangan sampai eceng gondok bersentuhan dengan tanah karena akan menimbulkan jamur. Bila sudah demikian maka tidak bisa dipakai lagi.

Rumput Ketak

Rumput liar ketak yang banyak ditemukan di hutan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Lombok untuk usaha. Rumput ini diolah menjadi nampan, tatakan piring, keranjang, tempat perhiasan, hingga tas-tas modern. Salah satu pengusaha yang menjajal bisnis kreatif dari bahan rumput liar ini adalah Mawar Yanti. Sejak tahun 1999 ia mulai merintis  usahanya ini bersama suami, Suhartono yang diberi nama Mawar Art Shop.

Kini setiap bulannya, Mawar Art Shop bisa memproduksi tas rumput sebanyak 1500 buah dengan harga jual antara Rp 150.000 sampai Rp 1.5 juta per buah. Ujarnya semakin rapat anyaman rumput yang dibuat, maka semakin mahal pula harga kreasi rumputnya. Hal ini karena tingkat kesulitan pengerjaannya semakin tinggi dan lama.

Dewasa ini pengrajin ketak masih menggunakan cara tradisional dalam hal pembuatannya, tanpa dibantu dengan mesin. Proses pembuatan kerajinan ketak melalui beberapa tahapan, yakni penjemuran dan pengasapan dengan jangka waktu selama tiga hari. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan warna yang sesuai. Untuk pengeringan yang memakan waktu 3 hari 3 malam ini untuk menjaga kualitas rumput agar terbebas dari jamur, rayap serta bahan kimia. Hal yang cukup penting Anda tahu, penyimpanan yang semakin lama warna rumput akan semakin tampak.

Tanaman Resam

Resam dikenal sebagai tumbuhan paku raksasa yang tumbuh di sekitar tebing pegunungan dengan batang keras yang panjangnya bisa mencapai 7 meter. Dan pakisnya merupakan jenis tanaman pengganggu tumbuhan lain karena dapat mendominasi permukaan tanah. Sehingga tumbuhan lain yang berada di dekatnya menjadi terhambat pertumbuhannya. Meskipun dianggap sebagai tanaman liar, namun resam sering dimanfaatkan menjadi bahan baku kerajinan anyaman.

Wujud kerajinan tangan yang bisa dibuat dari tumbuhan resam ini berupa cincin, gelang, topi, vas bunga bahkan taplak meja dan masih banyak lainnya. Abdi Nur adalah salah satu pengrajin tanaman resam yang sudah cukup lama merintis bisnis ini di tempatnya tinggal Sukamaju, Kabupaten Muaro Jambi. Ujarnya bahan baku resam sangat mudah di temukan di Jambi, jadi tidak heran jika tidak hanya dia saja yang menggeluti usaha tersebut.

Proses pembuatannya pun cukup mudah, untuk anyaman yang digunakan adalah seratnya. Resam yang sudah dipotong, daun-daunnya harus dibuang terlebih dahulu. Lalu batangnya dikupas dan diambil isinya. Isi batang resam ini bersifat lentur sehingga mudah dianyam, terutama di saat basah. Maka sebelum mulai menganyam, Anda bisa membasahi serat-serat yang sudah dikupas tadi. Setelah dianyam biarkan mengering dan keras.

Untuk pemasarannya sendiri Abdi mengatakan selain Jakarta, ia sudah memasarkan produknya hingga ke kota-kota lain seperti Medan, Bandung, Yogyakarta dan Bali. Bahkan ia juga pernah memamerkan produknya ke negeri Malaysia pada tahun 2015 lalu. Untuk harga Abdi Nur membandrol produk kerajinan resamnya mulai dari harga Rp 25.000 hingga Rp 70.000.

Sebenarnya masih banyak usaha yang dapat memanfaatkan tumbuhan liar yang bisa Anda coba. Namun hal tersebut bisa Anda dapatkan jika Anda jeli melihat peluang usahanya. Perlu diingat bahwa tidak semua tanaman liar itu akan merugikan, bila Anda cermat dan memiliki kreativitas hal itu bisa saja menjadi sumber penghasilan kedua Anda bahkan penghasilan utama. Semoga artikel ini bisa menginspirasi Anda dan selamat mencoba.