Tuesday, October 8, 2024
spot_img
HomeUlasan UKMKarena Kopi Intan, Anak-Anak Saya Bisa Sarjana

Karena Kopi Intan, Anak-Anak Saya Bisa Sarjana

Menjalani hidup sebagai single parents tentulah tak mudah bagi Badriah. Setelah ditinggal wafat oleh suaminya tentunya Badriah harus memutar otak untuk menghidupi kelima anaknya. Untungnya sebelum Badri, suaminya meninggal memang memiliki usaha dibangunnya sejak tahun 1999.

Dia pun mulai meneruskan usaha almarhum suaminya yakni mengolah biji kopi hingga memasarkannya. Sebenarnya dulu usaha ini tak begitu serius dilakoni namun karena mereka berdua adalah penggemar kopi sehingga ingin menikmati kopi yang benar-benar asli. Tidak campuran seperti yang sering mereka temukan.

Suaminya pun berpikir untuk mendapatkan kualitas kopi yang enak, yang bercita rasa tinggi tentunya harus memilih biji kopi yang berkualitas tinggi. Sehingga dia pun memilih untuk berbisnis ini, sambil menyelam minum air. Bisa menikmati kopi asli tanpa bahan campuran yang berkualitas tinggi juga bisa mendapatkan uang dari bisnisnya.

Usahanya tersebut ternyata didukung dengan daerah yang mereka diami, yakni Provinsi Lampung yang memang dikenal dengan salah satu provinsi yang kaya akan kopi. Sehingga pasangan yang memiliki nama yang hampir sama tersebut melihat ini merupakan bisnis yang potensial. Karena hampir semua orang menyukai kopi, mulai dari melek mata hingga menjelang malah hari. Tentunya kopi dijadikan resep ampuh untuk menahan kantuk dan menambah semangat di pagi hari.

Kopi Intan

Namun untuk memulai bisnis ini tentunya membutuhkan modal yang besar. Modal awal untuk memulai ini adalah dua puluh juta rupiah, cukup besar dikala itu karena kopi memang komoditas yang diperhitungkan di negeri ini. Sehingga meskipun masih dalam bentuk kopi harganya cukup mahal. Belum lagi harga mesin penggilingan dan bayar sewa gedung.

Untungnya mereka mendapatkan modal usaha dari perusahaan pertanian milik negara, PTPN VII. Meski mendapatkan modal usaha bukan berarti permasalahan selesai karena sang pemilik modal tentunya tak mau memberikan modal secara cuma-cuma. Perkembangan bisnisnya selalu dipantau, mulai produksi, pengemasan, pengepakan, hingga pemasaran.

Kopi Intan Dijual dengan Brand Lain

Sepeninggalan sang suami, Badriah tentunya agak kesulitan dalam menjalankan bisnisnya, apalagi saat itu anak-anaknya memang masih kecil dan belum bisa membantunya dalam menjalankan usaha. Hingga dia harus mengurus sendiri usahanya mulai dari memilih biji kopi sendiri, membandingkan kopi dengan kualitas rendah, hingga jelek. kemudian diolah sendiri. Dari menyangrai, menumbuk, kemudian menyeduh, dan mulai membandingkan rasa dari kopi tersebut satu per satu. Saat itu karena belum memiliki mesin kopi, mulai dari penggiling hingga penggoreng sehingga dia harus menggunakan alat seadanya.

Namun sayang usaha yang tidak mudah itu justru dengan mudahnya ditipu oleh orang. Ada yang membeli kopi bubuk dengan jumlah banyak. Kemudian dijual kembali dengan brand atau nama produk lain. “Bahkan ada yang mengaku-ngaku produk kopi bubuk cap intan yang dipakai merupakan usaha orang lain,” keluh Badriah. Untungnya kini brand tersebut bisa dipatenkan dan menjadi milik abadi usahanya.

Meski diawal kesulitan untuk melakukan penjualan namun sekarang tak lagi. Kini dalam waktu tiga hari kopi yang terjual bisa rata-rata mencapai satu kwintal. Dengan omzet pertahunnya mencapai 500 juta rupiah. Dari hasil penjualan kopi tersebut Badriah bisa membayar SPP anak-anaknya hingga semuanya menjadi sarjana.

Dan meski anak-anaknya sudah memiliki pekerjaan masing-masing dan usianya telah menua, Badriah tetap berkerja, bukan karena anak-anaknya tak mampu membiayainya namun ia ingin meneruskan usaha almarhum suaminya. Sebenarnya Badriah ingin salah satu anaknya ada yang meneruskan usahanya, namun hingga kini semua anaknya memilih berkarier sesuai minatnya masing-masing.

Sebenarnya dulu salah satu dari anak kandungnya ada yang ingin meneruskan bisnisnya hingga membuka cabang di tempat yang baru. Sayang cabang yang dibuka oleh anaknya terhenti, karena merasa usaha yang dijalani tidak sesuai dengan passionnya. Meski begitu, Badriah tetap semangat untuk mengembangkan usaha peninggalan sang suami seorang diri sambil berharap dari kelima anaknya ada yang meneruskan usahanya.

 

Nely Merina
Nely Merina
Mengawali karir dari lembaga Pers Mahasiswa. Bergabung denga tim riset untuk menulis berbagai buku. Hobi Photography punya Moto Hidup “Berbagi itu Kesenangan”
RELATED ARTICLES